RIAUTODAYS, TEMBILAHAN - Rencana Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) untuk kembali mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp200 miliar pada tahun 2026 menuai kritik keras dari berbagai kalangan.
Kebijakan ini dianggap tidak sensitif terhadap kondisi fiskal daerah yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami defisit, sementara pembangunan yang menyentuh kebutuhan masyarakat justru tersendat.
Sejumlah tokoh masyarakat dan pemerhati kebijakan publik mempertanyakan tujuan di balik pinjaman jumbo tersebut. Apakah untuk menutup defisit, membiayai proyek prioritas, atau sekadar mengulang pola belanja sebelumnya yang dianggap tidak efisien?
Pasalnya, meski terjadi defisit anggaran pada tahun sebelumnya, pemerintah daerah tetap melaksanakan program yang tidak masuk prioritas, termasuk pembangunan rumah dinas Kapolres yang disebut sebagian warga masih layak dan tidak mendesak.
Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa tata kelola anggaran belum dilakukan secara efisien, sehingga pinjaman baru berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Keluhan warga muncul dari berbagai kecamatan. Mereka menyoroti minimnya pembangunan infrastruktur dasar meski pemerintah mengaku harus melakukan efisiensi akibat defisit.
“Defisit katanya, tapi rumah dinas baru dibangun. Jalan rusak dari dulu tidak selesai, banjir juga makin sering. Kebutuhan dasar tidak disentuh,” ujar Firman, warga Tembilahan Hulu, Senin (1/12/2025).
Warga menilai bahwa ketika daerah memiliki keterbatasan anggaran, pemerintah seharusnya mengutamakan pembangunan jalan, jembatan, drainase, pelayanan kesehatan, dan program kerakyatan lain, bukan proyek yang manfaatnya tidak langsung dirasakan rakyat.
Sejumlah analis menilai pola belanja 2025 memperlihatkan lemahnya konsolidasi anggaran antara pemerintah daerah dan DPRD.
Meskipun kondisi fiskal menuntut efisiensi, beberapa kegiatan non-prioritas justru tetap dilaksanakan, sementara persoalan mendasar masyarakat stagnan.
Kondisi inilah yang membuat publik skeptis terhadap pinjaman Rp200 miliar di tahun 2026. Tanpa perencanaan matang dan prioritas pembangunan yang jelas, pinjaman tersebut dikhawatirkan hanya menambah beban APBD tanpa memberikan manfaat strategis jangka panjang.
DPRD Inhil diminta bersikap kritis dan tidak terburu-buru menyetujui pinjaman. Pihak legislatif melalui beberapa fraksi sebelumnya telah menegaskan bahwa pinjaman tanpa kajian komprehensif dan perhitungan fiskal yang kuat berpotensi membebani keuangan daerah hingga bertahun-tahun ke depan.
Seorang anggota dewan yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa pinjaman bukan solusi jangka pendek.
“Kalau defisit karena salah alokasi atau belanja tidak prioritas, menambah pinjaman bukan jalan keluar. Yang harus diperbaiki adalah manajemen anggarannya,” ujarnya.
Warga meminta pemerintah daerah membuka data anggaran secara transparan dan menjelaskan:
• Tujuan spesifik pinjaman Rp200 miliar tahun 2026
• Perhitungan dampaknya terhadap fiskal daerah dan APBD tahun-tahun berikutnya
• Alasan program non-prioritas tetap berjalan ketika daerah defisit
• Mengapa pembangunan dasar yang mendesak justru tertunda
Bagi masyarakat, kejelasan ini sangat penting agar pinjaman tidak disalahgunakan demi kepentingan proyek elitis yang jauh dari kebutuhan publik.
