Imbauan itu disampaikan di jalan-jalan utama Kota Tembilahan sebagai bagian dari upaya menumbuhkan kesadaran tertib lalu lintas.
Namun ironisnya, di sisi lain, dugaan pelanggaran aturan yang terjadi tepat di depan markas Polres Inhil justru seolah dibiarkan begitu saja.
Keberadaan angkringan yang menempati bahu jalan di kawasan Jalan Gajah Mada dan sekitarnya masih beroperasi setiap malam tanpa ada tindakan nyata.
Kondisi kontras ini mendapat sorotan tajam dari Pengurus Pemuda Panca Marga (PPM) Provinsi Riau, Fadila Saputra. Ia menilai, penegakan aturan di Tembilahan berjalan dengan standar ganda.
“Pagi hari Satlantas rajin mengingatkan masyarakat agar tertib memakai helm. Tapi di depan matanya sendiri ada dugaan ketidaktaatan yang jelas, malah diam saja. Ini membuat publik bingung dengan konsistensi hukum,” tegasnya, Jum'at (19/9/2025).
Ia mencontohkan, dalam kegiatan Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Riau di Aula Bappeda Inhil baru-baru ini, ada anggota PPM dari luar daerah yang diminta turun dari motor karena tidak memakai helm.
“Anggota kami bahkan diperintahkan harus berjalan kaki mengambil helm ke hotel tempat menginap nya, kalau tidak akan ditilang. Itu bentuk ketegasan aparat pada hal kecil, Oke, Kami mendukung,” ujarnya.
Menurutnya, sikap tegas dalam kasus kecil tapi permisif pada pelanggaran besar, seperti penggunaan bahu jalan untuk aktivitas dagang massal, menunjukkan wajah hukum yang timpang di Inhil.
Publik kini menanti komitmen nyata dari Polres Inhil dan Pemkab Inhil untuk menertibkan pelanggaran tersebut. Tanpa langkah konkret, citra Tembilahan sebagai “Kota Ibadah” bisa rusak oleh praktik pembiaran dan lemahnya wibawa penegakan hukum di ruang publik.
