RIAUTODAYS, TEMBILAHAN – Sudah lima hari Jembatan Nipah Kuning di Kelurahan Sungai Piring, Kecamatan Batang Tuaka, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) terputus total.
Hingga hari ini, belum terlihat langkah konkret dari Pemerintah Kabupaten Inhil untuk menanggulangi kerusakan tersebut.
Kondisi ini memunculkan kekecewaan mendalam sekaligus tanda tanya besar dari masyarakat, khususnya warga Batang Tuaka dan Gaung Anak Serka (GAS) yang sangat bergantung pada jembatan tersebut sebagai jalur utama antar-kecamatan.
Jembatan Nipah Kuning bukan sekadar fasilitas umum, melainkan nadi pergerakan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan distribusi logistik kebutuhan pokok.
Putusnya jembatan ini membuat seluruh aktivitas masyarakat terganggu. Bagi warga pedesaan yang mengandalkan distribusi hasil kebun dan suplai bahan pangan dari kota, kondisi ini menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang serius.
Warga menuturkan bahwa sebuah ambulans yang membawa pasien harus berhenti total karena tidak dapat menyeberang menuju fasilitas kesehatan di Tembilahan.
“Ini bukan hanya soal jalan putus. Ini soal nyawa dan kebutuhan dasar masyarakat,” ujar seorang tokoh masyarakat.
Pengiriman beras Bulog dan minyak goreng ke wilayah Teluk Pinang terhambat akibat akses transportasi terputus. Keterlambatan distribusi ini berdampak langsung pada ketersediaan pangan di kawasan pesisir.
Para pedagang juga mengakui pendapatan mereka turun drastis karena pasokan menipis dan ongkos transportasi meningkat.
“Jika jembatan ini tidak segera ditangani, ekonomi desa bisa lumpuh lebih lama,” kata seorang pedagang.
Karena minimnya perhatian pemerintah selama beberapa hari terakhir, warga akhirnya turun tangan melakukan perbaikan sementara secara swadaya.
Namun dana yang terkumpul baru sekitar Rp1,7 juta, jauh dari kebutuhan material yang diperkirakan mencapai 60 lembar papan ukuran 2x8 inci.
Hari ini jembatan mulai dibongkar secara gotong royong. Untuk sementara, kendaraan roda empat dilarang melintas hingga struktur darurat selesai dipasang.
“Kami melakukan apa yang bisa masyarakat lakukan. Tapi jelas ini tidak cukup. Perbaikan seharusnya menjadi prioritas pemerintah,” ujar salah satu warga.
Di tengah situasi darurat ini, masyarakat juga mempertanyakan keberadaan anggota DPRD dari dapil Batang Tuaka–GAS.
Menurut warga, belum tampak kunjungan, pernyataan sikap, maupun upaya mendesak pemerintah untuk turun tangan.
“Kami memilih wakil rakyat untuk memperjuangkan kepentingan daerah. Pada saat kritis seperti inilah kami ingin melihat bukti kepedulian, bukan diam,” ucap seorang tokoh masyarakat.
Keterlambatan penanganan jembatan memunculkan pertanyaan mengenai kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi kerusakan infrastruktur mendesak.
Sejumlah pemerhati kebijakan menilai persoalan ini bukan sekadar teknis, tetapi juga menyangkut tata kelola, koordinasi instansi, dan komitmen terhadap pelayanan publik.
“Sebuah akses vital terputus dan tidak ada langkah cepat berhari-hari. Ini menimbulkan pertanyaan apakah ada masalah koordinasi atau minimnya prioritas terhadap infrastruktur dasar,” ujar seorang analis kebijakan publik.
Memasuki hari kelima, warga dua kecamatan masih menunggu kepastian kapan jembatan dapat diperbaiki secara layak.
Mereka berharap pemerintah segera turun ke lapangan, melakukan asesmen teknis, menetapkan status darurat, dan mengalokasikan anggaran penanganan cepat.
“Harapan kami sederhana yaitu pemerintah hadir ketika kami membutuhkan,” ujar seorang warga sambil mengawasi perbaikan swadaya.
Dengan terhentinya arus mobilitas antara Batang Tuaka dan GAS, warga berharap solusi segera diberikan agar aktivitas ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan distribusi kebutuhan pokok dapat kembali berjalan normal. (*/R)
