Menurutnya, desakan masyarakat agar aparat bertindak sudah sering disuarakan, namun hasilnya nihil.
PETI di Sungai Kuantan tak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat.
Limbah merkuri dan bahan kimia berbahaya lainnya mencemari air sungai, mematikan ekosistem perairan, dan meracuni sumber air bagi warga sekitar.
Secara hukum, aktivitas ini jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ancaman hukuman bagi pelaku mencakup pidana penjara hingga lima tahun serta denda maksimal Rp100 miliar, berlaku bagi pelaku langsung maupun pihak yang memfasilitasi.
"Ini bukan sekadar soal uang atau izin. Ini masalah kemanusiaan. Jika terus dibiarkan, PETI di Sungai Kuantan akan menjadi bukti nyata kegagalan sistem hukum kita," tegas narasumber yang enggan disebutkan identitasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian dan instansi terkait di Kabupaten Kuantan Singingi belum memberikan keterangan resmi.
Masyarakat berharap, ketegasan penegak hukum tidak berhenti di meja rapat, melainkan hadir langsung di lapangan untuk menyelamatkan lingkungan dan masa depan daerah.