Skandal di Balik Kisruh Angkringan Jalan Hangtuah Tembilahan: Ada Kepentingan Siapa?


RIAUTODAYS, Tembilahan – Kisruh pedagang angkringan di Jalan Hangtuah, Tembilahan, kini menyeruak menjadi skandal terbuka. 

Di balik tenda-tenda kuliner malam yang tampak sederhana, tersimpan dugaan adanya tarik-menarik kepentingan antara kelompok pedagang, komunitas tertentu, dan pihak yang mengatasnamakan organisasi.

Pantauan di lokasi, Rabu malam (8/10/2025), suasana kawasan angkringan jauh dari tertib. Lapak pedagang berdiri semrawut, sebagian mematuhi aturan, tapi banyak yang justru menempati badan jalan hingga ke trotoar di samping pagar lapangan. Akibatnya, akses mobil logistik Kantor Pos Tembilahan nyaris tertutup.

Keluhan juga datang dari masyarakat sekitar. Mereka menilai penggunaan badan jalan dan bahu jalan sebagai tempat jualan membuat area tersebut tidak bisa dilalui oleh masyarakat pengguna sepeda motor, apalagi roda empat.

Sebagian warga bahkan menilai, lebih baik pedagang dipindahkan ke dalam lapangan atau ke eks Kelapa Gading, yang dinilai lebih tertata dan aman.

Namun di balik kekacauan itu, muncul tanda tanya besar, siapa sebenarnya yang mengatur para pedagang ini?

Salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa konflik bermula dari rapat di kantor Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagtri) beberapa waktu lalu. 

Rapat tersebut dihadiri perwakilan pedagang, HIPMI, dan HPPI. Alih-alih menemukan solusi, pertemuan itu justru berakhir panas dan meninggalkan ketegangan.

Pasca rapat, tim Disdagtri turun ke lapangan dan menetapkan ukuran lapak 3 x 6 meter untuk seluruh pedagang yang terdaftar. 

Namun, sebagian pedagang menolak aturan tersebut dan tetap mempertahankan ukuran lama 6 x 3 meter, sehingga tatanan lokasi menjadi kacau.

Lebih jauh, sumber internal mengungkapkan bahwa pedagang awalnya bernaung di bawah komunitas bernama KUMALA, yang sebelumnya mendapat izin dari pemerintah daerah.

Kini, komunitas tersebut justru menjadi sorotan karena diduga memiliki hubungan khusus dengan HIPMI, yang disebut-sebut ikut memengaruhi arah kebijakan penataan.

“Kami ini bingung, katanya KUMALA yang ngatur, tapi kami tak tahu siapa orangnya. Kami cuma mau jualan tenang, bukan dijadikan alat kepentingan,” ucap seorang pedagang dengan nada kesal.

Di lapangan, sejumlah pedagang juga mengaku ada perbedaan perlakuan antara kelompok tertentu dan pedagang lainnya. 

Ada yang tetap bebas berjualan di badan jalan, sementara yang lain ditekan untuk mengikuti aturan baru.

Situasi ini membuat publik bertanya-tanya:
Apakah KUMALA dan HIPMI benar-benar wadah perjuangan pedagang, atau hanya kendaraan bagi segelintir pihak untuk mengatur lahan strategis di pusat kota?

Tim media terus menelusuri hubungan antara komunitas pedagang, HIPMI, dan pihak-pihak lain yang disebut-sebut bermain di balik layar.

Kisruh Angkringan Hangtuah kini tak sekadar soal lapak dan lokasi, tapi berpotensi membuka skandal kepentingan di tengah semrawutnya penataan kawasan kuliner malam Tembilahan. (*/R)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Diskominfo PS Inhil

Sept

Diskominfo PS Inhil

Sept

Oktober

Formulir Kontak