RIAUTODAYS, Keritang - Aroma ketidakberesan keuangan desa kini menjadi isu panas di Nyiur Permai. Setelah pemberhentian sementara Kepala Desa Muhammad Ismail, masyarakat mulai angkat suara dan mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan dana desa, khususnya terkait sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun 2024 yang mencapai Rp 408.468.867.
SILPA yang seharusnya digunakan kembali untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat kini justru menjadi batu sandungan dalam penyusunan APBDes 2025.
Hingga pertengahan Mei, anggaran belum juga disahkan, menyebabkan berbagai program strategis mandek.
“Kami mencium ada yang tidak beres. Anggaran sebesar itu bukan jumlah kecil. Harus ada audit dan penyelidikan. Jangan hanya diberhentikan, tapi juga diproses hukum jika ada pelanggaran,” ujar salah seorang pemuda desa yang tak ingin disebutkan namanya, Minggu (18/5/2025).
Keterlambatan APBDes mengakibatkan siltap perangkat desa, insentif RT/RW, honor kegiatan keagamaan, hingga penyaluran BLT Dana Desa tak kunjung dibayarkan.
Masyarakat pun semakin geram, merasa hak-hak dasar mereka diabaikan akibat dugaan kelalaian dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan desa.
“Kami butuh jawaban, bukan alasan. Jangan sampai ini jadi modus lama yaitu uang hilang, pejabat diganti, lalu dilupakan,” kata salah seorang ibu rumah tangga yang mengandalkan BLT untuk kebutuhan harian.
Desakan agar inspektorat, kejaksaan, atau bahkan kepolisian masuk menyelidiki persoalan ini semakin nyaring terdengar. Warga tidak ingin kejadian serupa terus berulang tanpa konsekuensi hukum yang jelas.
Kini, mata publik tertuju pada Pemerintah Kabupaten dan APH, akankah mereka bersikap tegas, atau membiarkan kabut kecurigaan menggantung di langit Nyiur Permai?.