Di tengah gencarnya deklarasi dan program “Kampung Bebas Narkoba” yang digaungkan oleh berbagai pihak, justru muncul sorotan tajam dari publik yang menilai semua itu hanya sebatas untaian kata tanpa bukti nyata di lapangan.
Masyarakat menilai, berbagai kampanye anti-narkoba yang digelar tak lebih dari seremoni yang kehilangan substansi.
Hal ini semakin diperparah oleh dugaan kurangnya transparansi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku narkoba, termasuk isu “tangkap-lepas” yang belakangan mencuat ke permukaan.
“Deklarasi memang penting, tapi apa gunanya jika penegakan hukumnya abu-abu? Tanpa ketegasan dan keterbukaan, semua program ini hanya jadi hiasan narasi,” ujar salah satu tokoh pemuda di Tembilahan, yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Program Kampung Bebas Narkoba semestinya menjadi gerakan nyata yang melibatkan masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemangku kebijakan.
Namun, jika praktik di lapangan justru menciptakan ruang abu-abu yang mencederai kepercayaan publik, maka bukan tidak mungkin masyarakat akan menganggap gerakan ini hanya sebatas pencitraan.
Sejumlah kalangan juga mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk tidak hanya mengedepankan seremoni, tetapi benar-benar hadir dengan komitmen kuat dan terbuka dalam setiap tindakan pemberantasan narkoba.
“Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Masyarakat tidak butuh janji, tapi bukti nyata bahwa hukum benar-benar tegak dan tidak tebang pilih,” tegas seorang aktivis anti-narkoba di Indragiri Hilir.
Di tengah momentum Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025, sorotan tajam terhadap lemahnya implementasi pemberantasan narkoba di Inhil menjadi cambuk bagi semua pihak untuk melakukan introspeksi.
Jika tidak segera dibenahi, citra pemberantasan narkoba di daerah ini bisa semakin tercoreng di mata publik, menjadikan kampanye antinarkoba tak lebih dari sekadar slogan kosong.
Tolong BNN dan Kapolri mau pun Kapolda Riau lihat berita ini,
BalasHapus