Polisi Dinilai Gagal Kendalikan Konflik Lahan Adat di Ujung Padang, Warga Sp.7 Diduga Melakukan Pendudukan Ilegal


RIAUTODAYS, Mukomuko - Ketegangan terus memanas di wilayah adat Ujung Padang dan Bandar Ratu, Kecamatan Kota Mukomuko, setelah sejumlah warga dari kawasan SP.7 Transmigrasi diduga melakukan pendudukan ilegal terhadap lahan adat dengan terang-terangan membangun tenda pemukiman dan ini jelas upaya provokasi. 

Ironisnya, aparat kepolisian yang hadir di lokasi justru dinilai tidak mampu meredam provokasi bahkan terkesan tidak bersikap jelas atas konflik yang terjadi.

Warga adat Ujung Padang menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap kinerja aparat, khususnya Kapolres Mukomuko yang dinilai lamban dan lemah dalam menyikapi pendudukan ilegal oleh warga SP. 7.

“Polisi seharusnya menjadi penengah dengan memberikan edukasi hukum yang benar. Jika warga SP. 7 merasa memiliki sertifikat atas tanah yang mereka klaim, maka seharusnya mereka menggugat secara perdata. 

"Bukan datang menyerobot lahan adat dengan dalih transmigrasi,” ungkap salah satu tokoh adat setempat. 

Dalam pandangan hukum, pemegang sertifikat tidak otomatis memiliki kekuatan absolut atas tanah tersebut jika ada klaim adat yang sah. 

Prosedur pembuktian legalitas harus melalui proses peradilan, bukan intimidasi dan provokasi lapangan.

“Kami penduduk pribumi, sudah hidup turun temurun di tanah ini jauh sebelum ada program transmigrasi. Kami siap digugat di pengadilan. Tapi kalau warga SP. 7 memang yakin atas keabsahan sertifikat mereka, kenapa mereka tidak membuktikannya secara hukum?” lanjut tokoh tersebut.

Warga adat juga menilai bahwa kehadiran Polres Mukomuko di tengah masyarakat saat ini tidak membawa kejelasan hukum maupun perlindungan bagi pemilik hak ulayat. 

Justru sebaliknya, polisi dinilai terlalu banyak melakukan pendekatan seremonial dan tidak sigap menindak pelanggaran hukum berupa pendudukan ilegal.

“Jika memang tidak mampu bertindak tegas, lebih baik Kapolres Mukomuko angkat bendera putih dan mundur. Mukomuko butuh pemimpin kepolisian yang berani dan adil, bukan yang sibuk promosi jabatan."

Situasi di lapangan menunjukkan adanya tenda darurat, aktivitas warga SP7 di areal sengketa, hingga pertemuan yang melibatkan puluhan personel kepolisian. Namun, tindakan nyata untuk menghentikan pelanggaran hukum dinilai nihil.

LSM Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Kabupaten Mukomuko turut bersuara keras:

“Jika pendudukan tenda liar di lahan adat Ujung Padang ini terus dibiarkan tanpa tindakan oleh aparat kepolisian, kami tidak bertanggung jawab jika terjadi kekacauan di lapangan. Ini tanah adat. Akan kami pertahankan sampai titik darah terakhir. Kami tidak akan mundur sejengkal pun,” ujar juru bicara LSM LP-KPK Mukomuko. Sabtu (19/7/2025).

Menurut juru bicara LSM LP- KPK berdasarkan pandangan hukum, 
dalam konteks sengketa tanah, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengatur bahwa hak atas tanah, baik itu adat maupun sertifikat resmi, harus diselesaikan di pengadilan. 

"Jika warga SP.7 memiliki sertifikat yang sah, maka langkah hukum perdata adalah satu-satunya jalan untuk menuntut pengakuan."

Namun, tindakan klaim sepihak dan pendudukan fisik bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam KUHPerdata dan dapat pula diproses pidana bila terbukti melanggar pasal-pasal terkait penyerobotan lahan.

Dalam prinsip hukum, pihak yang merasa memiliki legalitas atas suatu bidang tanah seharusnya mengajukan gugatan perdata. Aksi sepihak dengan menduduki lahan yang masih bersengketa berpotensi melanggar hukum pidana. Polisi harusnya bersikap netral namun tegas, dan bukan hanya menjadi penonton atas konflik yang terus memburuk. (*/Rls Juru bicara LSM LP- KPK)



SUMBER:(ADMIN THJ).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Diskominfo PS Inhil

Juni

Diskominfo PS Inhil

Juni

Juni

Formulir Kontak