RIAUTODAYS, Tembilahan - Polemik penggunaan badan jalan dan bahu jalan untuk angkringan di kawasan Jalan Hangtuah, Tembilahan, terus menghangat.
Di balik keramaian tenda-tenda kuliner malam yang menjadi magnet ekonomi kecil, tersimpan perdebatan hukum, kebijakan, dan dugaan kepentingan di balik penataan yang dinilai belum memiliki dasar hukum jelas.
Sejumlah masyarakat menyampaikan keluhan terkait aktivitas berdagang di badan dan bahu jalan, yang dianggap mengganggu arus lalu lintas.
Banyak warga menilai seharusnya angkringan dipindahkan ke lokasi yang lebih tertata, seperti lapangan terbuka atau eks Kelapa Gading, agar tidak menyalahi fungsi jalan.
Namun di sisi lain, isu ini juga diselimuti aroma tarik-menarik kepentingan. Sejumlah pihak disebut berperan dalam mempertahankan lokasi angkringan tersebut dengan dalih pemberdayaan UMKM, meski ada dugaan bahwa di baliknya terdapat kepentingan tertentu, baik ekonomi maupun politik.
Secara hukum, penggunaan badan jalan untuk berdagang tidak dibenarkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, ruang milik jalan hanya diperuntukkan bagi kepentingan lalu lintas.
Penggunaan di luar itu hanya bisa dilakukan dengan izin resmi dan tidak boleh mengganggu fungsi jalan.
Meski demikian, dalam rapat koordinasi yang digelar beberapa waktu lalu, Plt. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Indragiri Hilir menyampaikan bahwa kegiatan angkringan bisa diperbolehkan dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL).
Pihak Dishub beralasan, karena aktivitas angkringan bersifat non permanen dan hanya beroperasi malam hari, maka penggunaannya tidak dianggap melanggar fungsi jalan secara substansial.
Namun, pernyataan itu menuai kritik dari kalangan hukum. Sebab Perpres 125/2012 justru menegaskan bahwa penataan PKL tidak boleh mengganggu fungsi jalan, trotoar, maupun fasilitas umum lainnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Inhil belum dapat memberikan klarifikasi resmi terkait dasar hukum maupun kajian teknis pemanfaatan jalan untuk kegiatan angkringan tersebut.
Ditemui di ruang kerjanya pada Senin (13/10/2025), Ketua DPRD Kabupaten Indragiri Hilir, Iwan Taruna, membenarkan adanya rapat pembahasan bersama lintas instansi terkait angkringan di Jalan Hangtuah.
“Benar, sudah dibahas bersama. Plt. Kadishub menyampaikan bahwa penggunaan jalan untuk angkringan bisa dilakukan selama mengacu pada ketentuan dalam Perpres PKL, dan karena sifatnya tidak permanen,” ujar Iwan Taruna kepada wartawan.
Namun, Iwan menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang secara spesifik mengatur tentang APKL atau penataan angkringan di Inhil.
“Kita belum punya Perda terkait APKL. Tapi sudah kita masukkan dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Prolegda) tahun 2026 agar ada dasar hukum yang jelas ke depan,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPRD akan memastikan agar kebijakan tersebut tidak menyalahi aturan dan tetap berpihak kepada masyarakat.
“Tujuannya tentu untuk menata, bukan menimbulkan persoalan hukum atau ketidakadilan sosial,” tegasnya.
Dari sudut pandang hukum tata ruang, alasan “tidak permanen” tidak serta merta membenarkan pemanfaatan jalan untuk kegiatan niaga.
Ruang milik jalan merupakan fasilitas publik dengan fungsi utama untuk lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan.
Pakar hukum tata ruang dan transportasi menjelaskan, setiap penggunaan jalan di luar fungsi transportasi harus melalui izin penyelenggara jalan dan kajian teknis tata ruang.
“Kalau pemerintah ingin membantu pedagang, buatkan saja zona kuliner resmi di lokasi yang sesuai RTRW dan ditetapkan lewat Perda. Jangan menggunakan badan jalan karena itu fasilitas publik,” ujar salah seorang pemerhati tata kota di Tembilahan.
Kisruh angkringan Jalan Hangtuah kini menjadi potret kecil dari dilema kebijakan publik di daerah, antara pemberdayaan ekonomi rakyat kecil dan penegakan tata ruang yang benar.
Tanpa dasar hukum yang kuat, kebijakan ini rawan menjadi preseden buruk dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan.
Publik kini menunggu langkah tegas DPRD dan Pemkab Inhil, apakah benar-benar menata dengan niat membangun, atau sekadar melindungi kepentingan di balik tenda-tenda angkringan malam Tembilahan.
