RIAUTODAYS, PEKANBARU – Sementara Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025 dengan semangat kebangkitan dan apresiasi terhadap para pendidik, realitas suram justru menyelimuti dunia pendidikan di Provinsi Riau. Ratusan guru bantu di Kabupaten Kampar belum menerima hak gaji mereka sejak Januari lalu.
Kondisi ini memantik amarah publik. Salah satunya datang dari Erwin Sitompul, S.Pd., aktivis pendidikan yang dikenal vokal sejak era reformasi 1998.
Dalam pernyataan tertulisnya, Erwin tak segan menyebut Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai pemimpin yang dzalim terhadap guru.
"Sungguh miris dan memilukan. Sampai 2 Mei pukul 16.45 WIB, belum ada kejelasan kapan gaji guru bantu ini dibayarkan. Ini bukan sekadar kelalaian, ini bentuk ketidakadilan terhadap pejuang pendidikan," tegas Erwin.
Ia menilai, keterlambatan pembayaran gaji bukan hanya bentuk kegagalan administrasi, tetapi mencerminkan buruknya manajemen di tubuh Pemerintah Provinsi Riau.
Menurut Erwin, akar persoalan ini juga bersumber dari lemahnya kepemimpinan di Dinas Pendidikan Riau.
Erwin menyoroti penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Riau yang dinilai tidak memiliki kapabilitas di bidang pendidikan.
Dalam kritiknya, ia menuding latar belakang Plt Kadisdik sebagai mantan wartawan selama satu dekade menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan Riau.
"Apakah itu kompetensi yang layak untuk mengelola pendidikan? Dunia pendidikan bukan tempat magang politik," kritiknya.
Lebih jauh, ia mengungkapkan keganjilan dalam penunjukan Plt Kabid SMA yang dinilai tidak melalui proses dan mekanisme profesional. Ia membandingkan situasi ini dengan kepemimpinan sebelumnya, yang lebih transparan dan akuntabel.
Erwin mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid untuk segera melakukan evaluasi total, dimulai dari pencopotan Plt Kadisdik saat ini.
Ia menekankan pentingnya figur pemimpin yang memahami kompleksitas dunia pendidikan, bukan sekadar pelengkap struktur birokrasi.
"Ini bukan lagi soal jabatan, ini soal masa depan anak-anak Riau. Jangan jadikan pendidikan korban politik," tutupnya.
Kisah para guru yang belum menerima gaji ini menjadi ironi keras di tengah peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Alih-alih dirayakan dengan bangga, momentum ini justru menyibak luka lama, bahwa penghargaan terhadap guru masih jauh dari ideal, bahkan diabaikan secara sistematis. (*/)