RIAUTODAYS, Tanjungpinang – Polemik dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kian memanas.
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Provinsi Kepulauan Riau secara tegas menolak Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia yang mengesahkan kepengurusan PPP versi Mardiono.
Mereka menilai SK tersebut cacat hukum, tidak prosedural, serta berpotensi memperburuk krisis demokrasi internal partai berlambang Ka'bah itu.
Dalam keterangan resminya, DPW PPP Kepri menyebut setidaknya ada tiga alasan mendasar penolakan terhadap SK Menkumham.
Pertama, SK diterbitkan sebelum adanya pendaftaran resmi hasil Muktamar X PPP Jakarta. Padahal, pendaftaran dan verifikasi merupakan syarat wajib sebagaimana diatur dalam mekanisme pengesahan partai politik.
Kedua, tidak ada proses validasi terbuka atas dokumen resmi Muktamar X Jakarta yang telah menetapkan Agus Suparmanto sebagai Ketua Umum secara aklamasi melalui musyawarah mufakat. Forum tersebut, menurut mereka, adalah forum tertinggi dan sah sesuai AD/ART partai.
Ketiga, mereka menuding adanya indikasi kuat intervensi politik. Pasalnya, SK justru mengesahkan hasil forum aklamasi sepihak yang digelar di luar arena muktamar, tepatnya di sebuah kamar hotel, tanpa legitimasi formatur maupun dukungan mayoritas peserta.
UU Parpol Diabaikan
DPW PPP Kepri juga mengingatkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, hasil forum tertinggi partai wajib dibuktikan dengan berita acara yang ditandatangani formatur dan pimpinan sidang sah, serta disertai persetujuan mayoritas peserta.
Fakta di lapangan, kata mereka, SK Menkumham justru mengesahkan forum yang tidak memenuhi persyaratan itu.
“Pak Menkumham, Pak Andi Atgas, Anda sehat? Apakah keputusan ini benar-benar lahir dari pertimbangan hukum yang sehat, atau justru cerminan dari sakit demokrasi?” demikian sindiran keras pengurus DPW PPP Kepri dalam pernyataannya.
Mereka juga menilai langkah Menkumham kontradiktif dengan pernyataan resmi Kemenko Polhukam yang sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil sikap final terkait dualisme kepengurusan PPP.
Desak Revisi SK
Dengan dasar tersebut, DPW PPP Kepri mendesak Menkumham untuk segera merevisi SK yang dinilai sarat cacat hukum itu.
“Kami tidak akan tinggal diam. Legitimasi partai harus dijaga, jangan sampai hukum dijadikan alat untuk kepentingan sesaat,” tegas mereka.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kemenkumham belum memberikan klarifikasi resmi atas penolakan tersebut.
Namun, gelombang protes dari daerah diyakini akan semakin menekan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam mengatasi dualisme PPP.
